Di balik kesibukan harian Desa Mundurejo, Kecamatan Umbulsari, sosok Imam Baweh menjalani perannya dengan ketulusan yang jarang terungkap. Ia bukan hanya sekadar warga biasa, melainkan seorang Anggota Ansor yang gigih di Ranting Mundurejo sekaligus seorang “Mudin” yang menjadi sandaran masyarakat dalam urusan-urusan keagamaan yang paling mendasar dan mengharukan. Dua identitas ini melebur menjadi satu, membentuk pribadi pengabdi yang langka.
Imam Baweh adalah bagian dari denyut nadi Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor) di Mundurejo. Di rantingnya, ia bukanlah nama asing. Setiap ada kegiatan Ansor mulai dari pengajian rutin, pelatihan kader, gotong royong, hingga aksi sosial membantu warga yang membutuhkan Imam Baweh selalu hadir dengan semangat khidmah-nya. Ia meyakini bahwa Ansor adalah wadah untuk mengabdikan diri pada agama, bangsa, dan masyarakat, khususnya di tingkat akar rumput. Jiwa kepemudaan Ansor yang dinamis dan progresif mewarnai cara pandangnya dalam menyelesaikan masalah.

Di sisi lain, Imam Baweh memikul tanggung jawab besar sebagai “Mudin”. Dalam tradisi masyarakat desa, Mudin adalah figur sentral yang mengurusi segala hal yang bersifat sakral dan sosial-keagamaan seperti Urusan Pernikahan (Nikah): Imam Baweh menjadi rujukan utama dalam prosesi pernikahan. Mulai dari mempersiapkan dokumen, membantu akad nikah, hingga memberikan nasihat perkawinan (walimah) kepada calon pengantin dan keluarga. Kehadirannya memberikan ketenangan dan kepastian hukum agama. Kemudian Urusan Kematian (Meninggal): Di saat duka melanda sebuah keluarga, Imam Baweh adalah orang pertama yang biasanya dihubungi. Dengan sigap dan penuh empati, ia mengoordinasikan prosesi pemakaman mulai dari memandikan jenazah, mengkafani, mensholatkan, hingga menguburkan. Pengetahuannya tentang fikih jenazah menjadi pedoman bagi warga. Ia juga sering memimpin tahlilan dan doa bersama. Bisa juga Kegiatan Keagamaan Lainnya: Imam Baweh aktif mengisi pengajian rutin di mushola-mushola, membantu mengatur perayaan hari besar Islam (seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj) di tingkat desa, menjadi imam shalat atau khatib ketika dibutuhkan, serta menjadi penghubung antara masyarakat dengan perangkat desa dalam hal-hal keagamaan.
Keunikan dan kekuatan Imam Baweh terletak pada bagaimana ia mensinergikan kedua peran mulia ini: Ansor Memberikan Jaringan dan Semangat Juang, Semangat juang, solidaritas, dan jaringan organisasi yang dimiliki melalui Ansor memperkuat kapasitasnya sebagai Mudin. Ia bisa dengan mudah mengerahkan relawan Ansor (Banser atau lainnya) untuk membantu tugas-tugas Mudin yang membutuhkan banyak tenaga, seperti mengurus jenazah atau menyiapkan acara besar keagamaan. Nilai-nilai kepemudaan, kebangsaan, dan kecintaan pada Ahlussunnah wal Jama’ah yang ditanamkan Ansor menjadi landasan moral dalam setiap tindakannya sebagai Mudin.
Pengalaman intensnya sebagai Mudin yang berinteraksi langsung dengan suka-duka warga dalam momen-momen kehidupan terpenting (nikah, kematian, ibadah) memberikan kedalaman spiritual, kearifan lokal, dan kepercayaan (trust) yang luar biasa dari masyarakat. Hal ini membuat perannya di Ansor bukan hanya sebagai anggota biasa, tetapi sebagai sosok yang dihormati dan didengar nasihatnya, karena dianggap memahami benar denyut nadi kehidupan religio-sosial masyarakat desa.
Imam Baweh menjalani kedua peran ini bukan untuk mencari popularitas atau materi. Ia adalah teladan kesederhanaan dan dedikasi. Pengabdiannya terlihat nyata dalam langkah kakinya yang cepat menuju rumah warga yang berduka, dalam suaranya yang tenang membacakan talqin, dalam tangannya yang sigap membantu menata tempat untuk besanan (pernikahan), dan dalam semangatnya yang tak pernah padam saat memimpin kader Ansor berkhidmat.
Imam Baweh, Sang Ansor dan Mudin dari Mundurejo, adalah manifestasi nyata dari pengabdian tanpa pamrih. Di kala matahari terbit, ia bisa saja sedang memimpin rapat kecil Ansor membahas program pemberdayaan pemuda. Di kala mentari terbenam, ia mungkin sedang duduk menghibur keluarga yang berduka, membacakan ayat suci Al-Qur’an. Kedua peran ini, meskipun berbeda dalam lingkupnya, bersatu dalam satu tujuan: mengabdi untuk agama dan memuliakan sesama manusia di desanya, Umbulsari Ia adalah pilar tak tergantikan yang menjaga ritme religius dan semangat gotong royong (rewang) di Mundurejo, membuktikan bahwa pelayanan terbaik lahir dari hati yang tulus dan tangan yang ringan menolong.